Ruteng, Pijarflores.Com – Pembangunan beberapa jembatan di wilayah Kecamatan Satar Mese dan Satar Mese Barat Kabupaten Manggarai, mengunakan material dari lokasi Galian C ilegal atau tidak mengantongi ijin penambangan.
Hasil penelusuran media ini, pengerjaan Jembatan Wae Nanga Tilir, Kecamatan Satar Mese dan Wae Maras di Kecamatan Satar Mese Barat, material pasir yang digunakan diambil dari Galian C di Wae Koe, yang letaknya masih berada di wilayah Kecamatan Satar Mese.
Kontraktor pelaksana pekerjaan Jembatan Wae Maras, Edwin Chandra mengakui bahwa ia mengambil material pasir dari Wae Koe, Kecamatan Satar Mese.
“Material (batu) kemarin saya beli di orang di situ. Kalau pasir saya beli di Wae Koe” katanya, Senin 5 Juni 2023.
Terkait kuari yang harus diambil dari lokasi berijin, menurutnya, pengambilan material di Wae Koe karena lokasinya dekat dengan jembatan Wae Maras.
“Saya mengerti, cumakan beginikah bro, namanya semua orang yang kerja di Satar Mese, tidak ada yang kerja ambil material dari Wae Reno maupun di Wae Pesi. Boleh cek, siapapun itu yang kerja. Sebelum kami jugakan pasti kerjanya seperti itu, mana sumber material terdekat, pasti kita beli di situ” katanya.
“Saya tidak mau tutupi ini barang juga, semua orang juga tahu. Buat apa juga ditutupi dengan kamu, jaksa, polisi. Semuakan sudah sama-sama tahu ini barang. Mau bagaiman kita kerja kalau suruh ambil di Wae Pesi. Bo surat teguran manga bo ga (kalau surat teguran sudah ada tadi)” ujarnya.
Sementara Kontraktor Pelaksana Pembangunan Jembatan Wae Nanga Tilir, Sony mengakui bahwa material pasir yang digunakan untuk pembangunan Jembatan Wae Nanga Tilir diambil dari Wae Koe, lokasi yang tidak berijin.
Namun, ia berdalih bahwa kualitas pasir tersebut sudah melalui uji laboratorium oleh Dinas PUPR Kabupaten Manggarai.
“Kami Pelaksana di lapangan. Kami melaksanakan pekerjaan berdasarkan petunjuk dari Dinas PU. Kalau mau konfirmasi langsung ke Dinas PU dulu. Karena material yang saya pakai ini sudah uji coba di Laboratorrum PU. Pengambilan material bebas yang terpenting sudah ada uji Lab,” katanya.
Menurutnya, pekerjaan yang dilakukan selama ini termasuk pengambilan material sesuai dengan petunjuk Dinas PUPR Kabupaten Manggarai.
“Kami bekerja berdasrkan petunjuk. Bukan asal kerja kami ini. Kami sudah kerja hampir dua bulan ini PU tidak ada masalah. Kalau kami nanti disalahkan berarti PU yang menyalahkan kami. Apakah pekerjaan ini dihentikan atau bagaimana karena uang muka belum kami terima. Kalau memang dihentikan yah dihentikan saja to tapi itukan dari PU,” katanya.
Saat dikonfimasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Manggarai, Jhon Bosco, mengungkapkan bahwa sampai saat ini di Kabupaten Manggarai hanya ada beberapa lokasi galian C yang berijin.
“Khusus untuk wilayah Satarmese, lokasi tambang (galian C) banyak, tapi sampai sekarang lokasi itu tidak punya ijin,” ujarnya.
Sehingga dalam Harga Penawaran Sementara (HPS), Dinas PUPR Manggarai menetapkan lokasi atau kuari yang berijin yakni di Wae Pesi, Kecamatan Reok dan Wae Reno, Kecamatan Wae Rii.
“Kami di Dinas PU tetap mengacu kepada kuari yang sudah punya ijin. Dalam penyusunan HPS kami juga, kami tidak mungkin mengacu kepada kuari yang secara hukumnya belum jelas (galian C tidak memiliki ijin),” ujar dia.
Ia menjelaskan, untuk pembangunan beberapa Jembatan di Satar Mese, pasir beton harus diambil di Wae Pesi, sedangkan pasir pasangnya, dari Wae Reno dan Weol. Karena itu yang sudah memiliki ijin.
“Untuk pekerjaan di Satar Mese, tetap kami informasikan ke rekanan bahwa untuk kuari sesuai dengan HPS yang sudah dibuat dan harga yang sudah ditentukan. Mungkin karena pengawasan kami belum terlalu jauh, sehingga terjadi kecolongan seperti itu. Hanya setiap kami turun ke lokasi, kami sarankan untuk tetap mengambil material di kuari yang sudah punya ijin,” katanya.
Ia menegaskan agar para kontraktor pelaksana tidak mengambil material yang secara hukumnya belum jelas atau belum mengantongi ijin.
“Kami akan cek dan akan tindaklanjuti informasi yang ada, kebetulan besok saya turun ke lokasi. Kita harapkan semua tetap sesuai dengan aturan, jangan mengambil keuntungan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan aturan,” tegasnya.
Menurutnya, kendati materialnya bagus, tapi kalau tidak punya ijin berarti tidak bisa direkomendasikan apalagi untuk pekerjaan proyek pemerintah.
“Menjadi suatu keharusan (menggunakan material dari kuari yang berijin), makanya saya buat surat teguran untuk mengingatkan mereka agar menggunakan kuari yang memiliki ijin,” katanya.
“Di HPS sudah terhitung dengan kuari yang ditentukan termasuk biaya mobilisasi material. Sesuai dengan jarak dari Reo sampai ke lokasi,” tutupnya.
Untuk diketahui, nilai kontrak pembangunan jembatan Wae Maras senilai Rp 8,9 Miliar, dikerjakan oleh PT Cipta Sarana Manggarai. Sedangkan nilai kontrak untuk pembangunan jembatan Wae Nanga Tilir senilai Rp 3,6 Miliar, dikerjakan oleh CV Bhakti Putra Persada.
Anggaran untuk pembangunan kedua jembatan tersebut bersumber dari Dana Pinjaman Daerah.
Penulis: Riky Huwa
Editor: Redaksi