DaerahNews

Pater Simon Provokasi Tolak Geotermal dan Bupati Manggarai, Romo Alfons: Tidak Boleh Menimbulkan Perpecahan Antar Umat di Poco Leok

×

Pater Simon Provokasi Tolak Geotermal dan Bupati Manggarai, Romo Alfons: Tidak Boleh Menimbulkan Perpecahan Antar Umat di Poco Leok

Sebarkan artikel ini
Pertemuan Keuskupan Ruteng Bersama Pihak PLN. Foto: PF.

Ruteng, Pijarflores.com – Pihak Keuskupan Ruteng barusan ini membuka dialog bersama pihak PT PLN (Persero) Divisi Panas Bumi, Direktur Panas Bumi Direktorat Jendral EBTKE Kementrian ESDM dan PLN UIP Nusra, terkait pembangunan Ulumbu, di Poco Leok Unit 5-6, di Aula Puspas Keuskupan Ruteng (2/8). Rabu, 9/8/2023.

Pantauan media (2/8), hadir dari pihak tuan rumah Keuskupan Ruteng di antaranya Vikjen Keuskupan Ruteng Romo Alfons Segar, Direktur Puspas Romo Marthen Cen, ketua komisi PSE Romo Josi Erot, Ketua komisi Budaya dan Pariwisata Romo Ino Sutam, ketua Komisi Keluarga Romo Blasius Harmin dan JPIC Keuskupan Ruteng Romo Marthen Jenarut.

Sementara dari pihak PLN, hadir Bapak Christiyono General Manager Divisi Panas Bumi PT PLN (Persero), Budi Herdyanto kordinator EBTKE kementrian ESDM, dan Abdul Nahwan dari PLN UIP Nusra. Kemudian, Rezy Syahputra dari PT PLN (Persero) Pusat.

Turut hadir perwakilan Pemda Manggarai, di antaranya Paulus Suardi Ganto kabag PBJ, Deny Haru Kabag Organisasi dan Cony Gabur kabag Hukum.

Romo Alfons Segar, Pr Vikaris Jendral (Vikjen) Keuskupan Ruteng yang ditemui usai diskusi tertutup itu menjelaskan beberapa poin penting yang menjadi catatan keuskupan Ruteng kepada pihak Pengembang Geothermal PLTP Ulumbu dan Pihak PLN. Ia mengaku hanya sebagai mediator atau jembatan antara masyarakat (umat) Poco Leok dan pihak pengembang dalam hal ini yakni pihak PT PLN (Persero).

“Peran kami [Keuskupan Ruteng] hanya sebagai jembatan untuk menyampaikan suara-suara masyarakat atau umat gereja di Poco Leok. Baik itu yang mendukung geothermal maupun pihak yang menolak geothermal,” jelas Romo Alfons.

Menurut Romo Alfons, pihaknya sudah menyampaikan beberapa catatan penting yang harus PLN jawab secara tertulis nantinya, agar selanjutnya bisa disampaikan lagi kepada kepada masyarakat atau umat katolik di Poco Leok.

“Yang pertama soal kesejahteraan umat atau masyarakat, kedua soal keadilan,dan ketiga adalah soal keutuhan ciptaan,” ucap Romo Alfons.

Disinggung mengenai peran JIPC SVD, Romo vikjen menjawabnya dengan santai. Menurutnya, pihaknya (Keuskupan Ruteng) selalu meminta (secara lisan) kepada JPIC SVD agar bekerjasama atau berkoordinasi dengan keuskupan Ruteng dalam menentukan sikap terkait Pengembangan Geothermal Poco Leok.

“Selama ini Ia hanya menyampaikan secara lisan kepada pimpinan atau provinsial SVD Ruteng meminta kerja sama membahas masalah Geothermal Poco Leok,” lanjut Romo Vikjen Alfons.

“Dari pihak keuskupan selalu minta supaya kerjasama, ya, Kerjasama. Apapun temuan mereka (JPIC SVD) di lapangan, itu harus didialogkan. Dibicarakan bersama dengan pihak keuskupan sehingga hasil akhirnya hanya satu, hanya satu keluar (satu suara),” tuturnya.

Romo Alfons menegaskan, di Poco Leok tidak boleh ada perpecahan di antara umat (masyarakat), supaya tetap menjaga keutuhan di tengah masyarakat [Tidak Hadir sebagai Provokator]. Revolusi gereja itu untuk mempersatukan ya. Sehingga, gereja menampung, menerima semua aspirasi entah yang pro dan kontra, Gereja menerima semua aspirasi mereka.

Ketika disinggung mengenai adanya perbedaan sikap JPIC Keuskupan Ruteng dengan JPIC SVD, Romo Vikjen menjawabnya secara diplomatis. Menurutnya, itulah pentingnya bekerjasama lintas JPIC dengan Keuskupan Ruteng agar perbedaan-perbedaan itu bisa disatukan, yang berujung pada satu suara rekomendasi.

Pater Simon Tukan Siasati Tolak Kehadiran Bupati Manggarai Hery Nabit

Hendrikus Epol seorang pemuda asal Gendang Cako, Poco Leok, menyampaikan kisah awal mengenai penolakan pembangunan PLTP Ulumbu di Poco Leok, oleh JPIC yang diketuai Pater Simon Tukan. Sabtu, 29/7/2023.

Menurut Hendrikus, kegiatan yang diselenggarakan oleh JPIC pada tanggal 27-28 Januari 2023, yang sempat dihadirinya bertempat di kantor JPIC, adalah pertemuan untuk menolak kehadiran Bupati Manggarai Hery Nabit.

Hendrikus menceritakan kepada beberapa awak mediau, bahwa dirinya hadir dalam kegiatan tersebut, menggantikan adik dari ayahnya yang bernama Anselmus Nggeok.

“Saya datang ke kantor JPIC karena ada surat panggilan dari Pater simon melalui lembaga JPIC dengan tujuan surat untuk Anselmus Nggeok dengan Paulus Gari,” tutur Hendrikus.

Hendrik mengatakan, Anselmus Nggeok yang dipanggil Pater Simon Tukan tidak bisa hadir karena berhalangan.

“Waktu itu Bapa kecil saya Anselmus Nggeok berhalangan sakit, sehingga saya mewakilinya untuk hadir,” ujar Hendrik.

Sesampainya di Ruteng kegiatan dibuka oleh yang bernama Heri dan Pater Simon sendiri.

“Pada hari pertama yang membuka pertemuan pada Jumat, 27 Januari 2023 adalah Heri. Hari kedua pertemuan, Sabtu, 28 Januari 2023 dipimpin langsung oleh Pater Simon,” terang Hendrikus.

Pada pertemuan itu Hendrikus mendengarkan semua yang disampaikan oleh Heri dan Pater Simon, yang berlangsung di Rumah Pendidikan dan Pelatihan Niang santu Yosef, JPIC Dongang di Ruteng.

“Pater Simon memutar video yang ada di Mataloko tentang luapan asap panas pada perkebunan warga. Itu yang kami nonton. Termasuk tentang penolakan di Wae Sano, itu juga kami nonton,” kata Hendrikus.

Pada saat itu direncanakan oleh Pater Simon untuk menolak kehadiran Bupati Manggarai Hery Nabit di Lungar, dan yang berada di garis depan harus kaum ibu, dalam kunjugannya belum lama ini.

“Kalo terkait dengan penolakan kedatangan Bapa Bupati Manggarai, direncanakan Ibu-ibu yang tampil di depan, karena suara ibu-ibu biasanya diperhatikan oleh pemerintah,” ujar Hendrikus.

Hendrikus juga menambahkan, bahwa sepuluh (10) gendang yang diundang oleh Pater simon saat pertemuan, yaitu gendang Mocok, gendang Tadong, gendang Rebak, gendang Cako, gendang Lungar, gendang Tere, gendang Jong.

Saat itu alasan Pater Simon menolak, dengan mempertahankan konsep ‘gendang one lingko peang dan wae bate teku’.

“Bahasa pater Simon, kalo terjadi pemboran akan ada danau di Poco Leok hanya tinggal bangkanya (bekas) saja,” ungkap Hendrikus.

Konsep selanjutnya setelah pertemuan 2 hari di JPIC, Pater Simon minta kepada 10 gendang untuk merekrut ibu-ibu untuk melakukan aksi penolakan kehadiran bupati manggarai.

“Harus kaum ibu-ibu juga hadir untuk memperkuat pertahanan untuk menolak,” ujar Hendrikus.

Hendrikus menerangkan, kalau JPIC yang memfasilitasi pertemuan dengan perwakilan dari 10 gendang selama dua hari di kantor JPIC.

“Mulai dari makan minum hingga penginapan. Kemudian, kepada para peserta dari perwakilan 10 gendang itu, JPIC memberikan biaya (uang) kepada setiap peserta selama 2 hari dengan nominal Rp140 ribu, dan dipotong Rp50 ribu untuk biaya transportasi. Sehinga mereka hanya total menerima uang tuk bawa pulang ke Poco Leok hanya Rp90.000,” jelas Hendrikus.

Setelah pertemuan di JPIC, kemudian ada pertemuan lanjutan di gendang Cako.

“Yang datang waktu itu ada dua wartawan ke Gendang Cako dengan tujuan memutarkan video-video negatif tentang Geothermal, serupa dengan video sebelumnya di kantor JPIC pada pertemuan hari kedua,” kata Hendrikus.

Adapun tujuan pemutaran video negatif di hadapan warga Poco Leok menurut Hendrikus, agar yang hadir di Gendang Cako itu diperkuat, sehingga kaum muda, bapak-bapak, ibu-ibu yang tidak pernah keluar dari Poco Leok agar tetap kompak menolak kehadiran geothermal di unit 5-6 Poco Leok.

“Sengaja dibuat oleh JPIC agar kelompok muda, bapak-bapak, dan ibu-ibu menolak kehadiran Geotermal 5-6 di Poco Leok,” tutup Hendrikus.

Penulis: Riky Huwa
Editor: Redaksi

Tinggalkan Balasan