Ruteng, Pijarflores.com – Para petani Cengkeh yang berdampingan langsung dengan sumber pembangkit listrik tenaga panas bumi (Geothermal) Ulumbu di dusun Damu, desa Wewo, kecamatan Satar Mese, kabupaten Manggarai, memasuki masa panen.
Sejak Juli hingga Desember ini, warga desa Wewo sedang merasakan anugerah alam dengan memanen komuditas Cengkeh.
Sepanjang jalan dari simpang tiga desa Ponggeok, tampak para buruh petik Cengkeh bergegas memanjat pohon yang tinggi menjulang dengan menggunakan tangga bambu yang diikat kuat dengan tali tampar pada pohon cengkeh.
Untuk proses cengkeh ini, pada pagi hari memetik tangkai bunga cengkeh, dan malam memilah atau memisahkan bunga dari tangkainya. Selanjutnya dijemur selama 4 hari hingga kering.
Hendrikus Ampak, Tua gendang Wewo, saat ditemui media ini memperlihatkan sebatang pohon Cengkeh yang berbuah lebat diakuinya tiap tahun berbuah.
Hendrikus mengaku sudah belasan tahun menggantungkan hidup dari hasil bumi seperti Cengkeh yang tumbuh subur di Ulumbu. Cengkeh, bagi Hendrikus dan banyak warga Wewo lainnya, bukan sekadar komoditas. Ia adalah denyut kehidupan.
Menurutnya, tak sedikit yang merasakan dampak adanya harga cengkeh yang melambung tinggi sejak beberapa tahun terakhir, salah satunya adalah bagi mereka yang menggantungkan harapan sebagai buruh pemetik cengkeh. Kegiatan panen ini mampu memberikan dampak terhadap mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
Produksi cengkeh tahun ini, sebutnya diprediksi buahnya tidak selebat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, “tahun ini ada sedikit penurunan efek dari cuaca ekstrem namun masih berbuah”.
Dari segi harga kata Hendrik tidak mengecewakan, sebab belakangan ini harga cengkeh yang cukup tinggi, mampu menghapus dahaga para petani cengkeh. Dengan adanya harga jual tinggi, setidaknya mampu memberikan nafas dan semangat terhadap para petani.
“Harga masih normal informasinya, 1 kilogram Cengkeh yang sudah kering dengan harga Rp100 ribu di pengepul,” ujar Hendrikus.
Ia menambahkan, musim panen cengkeh tahun ini, sangat membantu para petani untuk mengatasi kebutuhan ekonomi keluarga.
Cerita Pengoperasian PLTP Ulumbu dan Hasil Komoditas Pertanain
Menurut Hendrikus, narasi kerusakan lingkungan yang menyebabkan menurunnya hasil pertanian warga sekitar PLTP Ulumbu yang telah beroperasi belasan tahun di desa Wewo merupakan hanya cerita Mitos jauh dari fakta.
“Banyak orang yang cerita bohong diluar sana lalu muat di media massa seolah-olah ada insiden bahkan terjadi kerusakan lingkungan di sekitar pembangkit panas bumi Ulumbu,” ucap Hendrikus.
Belasan tahun hidup derdampingan langsung dengan PLTP Ulumbu jelas Hendrikus, para petani masih melakukan aktifitas setiap hari di kebun hingga menikmati hasil pertanian dan tetap hidup sehat.
“Hasil pertanian kami seperti tanaman Cengkeh bahkan Kopi tetap normal. Panen hasilnya banyak itu ketika tanaman di rawat dengan baik bukan karena panas bumi Ulumbu,” ujarnya.
Pembangunan proyek PLTP Ulumbu hingga beroperasinya saat ini, sebutnya cara kami orang Wewo berkorban untuk masyarakat Manggarai,”berkorban bukan berarti ada hal yang kemudian mengorbankan kami dari sisi kerusakan lingkungan tetapi tanah kami dikasih ke negara untuk kepentingan umum”.
Yang membingungkan kata Tua Gendang Wewo ini, para penolak Geothermal ini bukan orang asli Wewo tapi pemahaman orang luar bahwa kami menolak. Anehnya lagi sambungnya, mereka itu telah lama menikmati listrik dari panas bumi Ulumbu yang merupakan tanah Gendang Wewo.
“Saya minta siapapun kalau mau tau tentang PLTP Ulumbu temui kami orang asli desa Wewo,” tutupnya.