BeritaEkonomiNasionalTeknologi

Transisi Menuju Energi Bersih, Wamen ESDM Sebut Prioritaskan Energi Terbarukan Agar Tidak Ada Wilayah yang Tertinggal

×

Transisi Menuju Energi Bersih, Wamen ESDM Sebut Prioritaskan Energi Terbarukan Agar Tidak Ada Wilayah yang Tertinggal

Sebarkan artikel ini
Ist.

Jakarta, Pijarflores.com – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot, menghadiri kegiatan Internasional bersama Negara Russia, India, China, South Africa (BRICS) Energy Ministerial Meeting di Brasilia, Brazil, pada Senin (19/5) waktu setempat. Pada kesempatan tersebut, Yuliot menyampaikan perspektif kebijakan energi Indonesia yang selaras dengan dinamika global, yakni transisi energi menuju energi bersih.

Dalam sambutannya, Yuliot menyampaikan bahwa transisi energi yang dilakukan di Indonesia harus bersih, adil, berkelanjutan, dan inklusif, untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Yuliot juga menyatakan bahwa transisi energi tidak harus dilakukan dengan pendekatan one-size-fits-all, namun harus merefleksikan kondisi nasional, prioritas pembangunan, dan kedaulatan teknologi.

“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menjadi negara yang paling unik dalam forum energi ini. Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memastikan akses terhadap energi di seluruh wilayah yang beragam dan terpencil. Untuk mengatasi hal ini, kami memprioritaskan pengembangan energi terbarukan, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), yang mendukung pertumbuhan yang inklusif,” jelas Yuliot.

Menurut Wamen Yuliot, Indonesia juga salah satu negara terdepan di dunia dalam pengembangan energi panas bumi, dengan 19 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), lebih dari 2,68 GW kapasitas terpasang, dan peta jalan yang jelas untuk mencapai 6,2 GW pada tahun 2030.

“Tak hanya itu, kami juga bangga menjadi salah satu negara yang terdepan di dunia dalam pengembangan energi panas bumi, dengan 19 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), lebih dari 2,68 GW kapasitas terpasang, dan peta jalan yang jelas untuk mencapai 6,2 GW pada tahun 2030,” sebut Yuliot.

Pihaknya menekankan bahwa pemilik sumber daya alam adalah negara, dan negara berhak untuk mengatur dan mengelola rantai pasokan sumber daya, termasuk mineral jarang, yang sejalan dengan prioritas nasional dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan.

“Maka dari itu, Indonesia menekankan bahwa pemilik sumber daya alam adalah negara, dan negara berhak untuk mengatur dan mengelola rantai pasokan sumber daya, termasuk mineral jarang, yang sejalan dengan prioritas nasional dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Yuliot menegaskan bahwa energi harus dianggap sebagai aset yang strategis, bukan hanya komoditas. Oleh karena itu, Indonesia tengah meningkatkan sektor minyak dan gas (migas), dengan upaya mencapai 1 barel minyak per hari dan 12 BSCFD gas pada tahun 2030.

Indonesia juga menjajaki energi nuklir sebagai opsi baseload yang rendah karbon, dengan reaktor pertama direncanakan pada tahun 2032 dan target kapasitas terpasang 36 gigawatt (GW) pada 2060.

Dengan keunikan tersebut, posisi dan kontribusi Indonesia dalam BRICS akan memberikan warna yang berbeda. Yuliot menyampaikan, untuk mempromosikan energi bersih, Indonesia telah menerapkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40, serta mendorong implementasi memasak bersih berbasis bioenergi.