Ruteng, Pijarflores.com – Kornelis Wajong, salah satu tokoh masyarakat asal Poco Leok, kabupaten Manggarai, mendukung secara penuh langkah pihak keamanan (TNI-POLRI) Manggarai, saat melakukan pengamanan identifikasi lahan rencana pengadaan tanah pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 Poco Leok.
Menurut Kornelis, kehadiran TNI-POLRI masih dalam batasan wajar dan normal sebagai pengayom masyarakat karena tidak membawa senjata dan tetap melakukan langkah-langkah preventif atau tindakan pencegahan saat melakukan pengamanan.
“Kehadiran TNI-POLRI saat melakukan pengamanan pada saat identifikasi lahan di Meter, Poco Leok (1-2/10) itu masih dalam batasan wajar dan normal karena tidak membawa senjata,” jelas Kornelis kepada media ini, pada Senin (8/10) yang pada kegiatan kegiatan identifikasi lahan ada di lokasi.
Situasi dilapangan jelasnya, warga penolak ‘bukan pemilik lahan’ ini selalu mengeluarkan kata-kata kasar terhadap pemilik lahan, petugas keamanan maupun tim pengadaan lahan Pemda Manggarai.
“Terlihat aneh memang apa yang sedang terjadi di Poco Leok, para penolak yang secara nyata bukan pemilik lahan yang ngotot tolak pembangunan proyek Geothermal,” ungkap tokoh masyarakat Poco Leok ini.
Ia juga menyebutkan warga penolak ini juga sering melontarkan kata-kata tak elok didengar terhadap petugas saat melakukan pengamanan.
“Aparat keamanan (TNI-POLRI) saya lihat tidak terpancing dan tetap professional saat menjalankan pengamanan, walaupun sering dicaci maki oleh warga yang seharusnya tidak punya hak sedikit pun atas tanah itu,” terang Kornelis.
Kehadiran TNI-POLRI saat melakukan pengamanan identifikasi lahan pembangunan proyek Geothermal di Poco Leok, ungkap Kornelis, untuk mengamankan kedua belah pihak, baik pemilik lahan maupun bukan pemilik lahan.
“Sebab kalau TNI-POLRI tidak hadir dilapangan, bisa terjadi konflik besar antara pemilik lahan maupun bukan pemilik lahan,” jelas Kornelis.
TNI-POLRI kata dia, tidak memiliki kepentingan secara institusi maupun secara pribadi dalam proses pengamanan di wilayah Poco Leok.
“Mereka datang ke lokasi bukan untuk mendukung yang pro maupun kontra tetapi untuk mengamankan kedua belah pihak dan agar tidak terjadi konflik saat pengukuran lahan,” pungkasnya.
Wartawan Harus Punya Identitas
Tindakan mengamankan terhadap salah satu Jurnalis media online Floresa (Herry Kabut) yang dilakukan pihak Kepolisian, jelas Kornelis merupakan langkah tepat oleh pihak keamanan.
Menurutnya, ketika melakukan tugas jurnalistik, apalagi ditempat konflik, seorang Jurnalis itu wajib mengenakan identitas.
“Wajar kalau Polisi tanya. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber atau pihak lain apalagi liput didaerah yang sedang bermasalah itu penting, karena ketika ada masalah pasti yang melindungi,” terangnya.
Pada saat aparat menanyakan identitas terhadap Herry Kabut entah apapun profesinya, wajib menunjukkan identitas diri, apalagi mengaku sebagai Jurnalis.
Menurut dia, wajar saja pada saat itu pihak kepolisian sempat amankan Herry Kabut yang mengaku Jurnalis tanpa menunjukkan identitasnya sebagai wartawan kepada pihak kepolisian.
“Situasi seperti ini sudah standar dan wajar ketika dilapangan, wajah baru perlu diidentifikasi,” tegasnya.
Masih kata Kornelis, yang namanya wartawan itu harus punya identitas, kalau tidak punya identitas sebagai wartawan itu artinya illegal.
“Patut diduga ini salah satu kelompok yang sering melakukan provokasi dan memperuncing masyarakat di Poco Leok,” tegasnya.
Disamping itu, kata dia, UU Pers juga mengatur tentang bagaimana jurnalis melakukan peliputan, dengan wajib menaati kode etik jurnalis maupun kode etik wartawan Indonesia.
“Misalnya, seorang jurnalis harus menunjukan identitas saat menemui narasumber. Kemudian, jurnalis wajib menjalankan cek and ricek. Dan terpenting, objek berita yang akan ditulis, harus di konfirmasi. Konfirmasi itu sangat esensial, sebagai kewajiban jurnalis,” kata dia.
Menurut Kornelis, diberbagai media telah di framing seolah-olah masyarakat Poco Leok sebagai pemilik lahan tolak pembangunan Geothermal, “ coba sebutkan nama pemilik lahannya dan lahannya dimana, karena ini sudah memberikan informasi Hoax kepada masyarakat umum”.
Konflik Poco Leok Diduga Pesanan
Menurut Kornelis, peran Pater Simon juga sebagai pemimpin LSM JPIC SVD Ruteng ini, telah membuat polemik antar keluarga di Poco Leok.
“Ulah pemimpin JPIC SVD Ruteng, Pater Simon, pecah belahkan warga Poco Leok sampai tidak saling kenal, kasian juga keluarga di Poco Leok,” ucapnya.
Berbagai momen dua tahun belakangan ini, Pater Simon selalu hadir di kelompok kontra, bahkan sebelum melakukan aksi oleh warga yang tolak pembangunan proyek Geothermal, dia (Pater Simon) selalu hadir di wilayah desa Lungar.
“Kasian juga keluarga kami di Poco Leok, pecah belah karena dihasut Pater Simon. Saat ini mereka (penolak) serba salah maju kena, mundur pun kena. Mereka mau mendukung proyek ini sudah terlanjur malu,” ungkap putra Poco Leok ini.